Keyakinan mengenai adanya alam semesta selain yang dihuni oleh kita sudah menghantui pemikiran para ilmuwan fisika sejak lama.
Sebuah
revolusi pemikiran yang berangkat dari cerita fiksi ilmiah mengenai
adanya kehidupan lain selain di planet bumi ini, berkembang menjadi
sebuah ide bahwa alam semesta kita ini tidak sendiri, tetapi merupakan
bagian dari berlapis-lapis alam semesta tanpa batas yang mempunyai
kehidupannya sendiri-sendiri.
Beberapa hipotesa yang kemudian melahirkan teori-teori dicetuskan oleh beberapa ilmuwan seperti teori alam semesta paralel (parallel universe atau multiverse)
dan keyakinan akan keberadaan 10 dimensi alam semesta. Namun lima belas
abad sebelum teori-teori tersebut dilahirkan, kitab Alquran yang
diwahyukan kepada Muhammad Saw sudah menggambarkan perihal keberadaan
dimensi-dimensi alam semesta yang disebut tujuh lapisan langit, yakni
dalam Surah Fushshilat ayat 11-12.
"Kemudian
Dia menuju langit, dan langit itu masih merupakan asap. Maka Dia
menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada
tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan
bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan
sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui".
Pengertian langit
Banyak
pemahaman tentang langit yang dikenal di tengah masyarakat. Sebagian
orang memahaminya sebagai lapisan-lapisan atmosfer di atas bumi. Ada
juga yang memahami langit sebagai ruang hampa udara yang disebut ruang
angkasa antar planet dan galaksi. Adapun pengertian yang lebih luas lagi
menurut ilmu astronomi bahwa langit adalah alam semesta yang tak
terbatas (tidak diketahui batasnya) namun berhingga (ada akhirnya).
Dalam
tulisan ini pemahaman yang ketiga inilah yang digunakan, yakni alam
semesta yang tak terbatas namun berhingga dan memuat triliunan
benda-benda angkasa. Dari tatasurya kita – matahari dan planet-planetnya
termasuk bumi sebagai anggotanya – galaksi bimasakti (milky way galaxy)
tempat berada tata surya kita, kluster (kumpulan beberapa galaksi)
hingga superkluster (kumpulan dari beberapa kluster). Ini pun sebatas
yang masih bisa diungkapkan para ahli astronomi, tentunya bisa diperluas
lagi dengan kumpulan beberapa superkluster dan seterusnya.
7 lapisan langit dan pembagian dimensi
Yang
dimaksud 7 lapisan langit di sini bukan berarti langit tersebut menumpuk
secara berlapis-lapis seperti kue lapis, tapi ketujuh lapisan tersebut
semakin meningkat kedudukannya sesuai dengan bertambah tingkat
dimensinya.
Pertambahan
tingkat dimensi ketujuh lapisan langit tersebut hanya bisa digambarkan
dengan memproyeksikannya ke langit pertama (dimensi ruang yang dihuni
oleh kita) yang berdimensi tiga. Karena hanya ruang berdimensi tiga
inilah yang bisa difahami oleh kita. Secara analog, kita bisa membuat
perumpamaan sebagai berikut :
Penjelasan gambar:
Pada
gambar 1 tampak bahwa sebuah garis berdimensi 1 tersusun dari
titik-titik dalam jumlah tak terbatas. Kemudian garis-garis tersebut
disusun dalam jumlah tak terbatas hingga menjadi sebuah luasan
berdimensi 2 (Gambar 2). Dan jika luasan-luasan serupa ini ditumpuk ke
atas dalam jumlah yang tak terbatas, maka akan terbentuk sebuah balok
(ruang berdimensi 3).
Kesimpulannya
adalah sebuah ruang berdimensi tertentu tersusun oleh ruang berdimensi
lebih rendah dalam jumlah yang tidak terbatas. Atau dengan kata lain
ruang yang berdimensi lebih rendah dalam jumlah yang tidak terbatas akan
menyusun menjadi ruang berdimensi yang lebih tinggi. Misalnya, ruang 3
dimensi – dimensi ruang yang sekarang dihuni oleh kita ini – dengan
jumlah tak terbatas menyusun menjadi satu ruang berdimensi empat.
Berdasarkan kesimpulan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
Langit pertama
Ruang
berdimensi 3 yang dihuni oleh makhluk berdimensi 3, yakni manusia,
binatang, tumbuhan dan lain-lain yang tinggal di bumi beserta
benda-benda angkasa lainnya dalam jumlah yang tak terbatas. Namun hanya
satu lapisan ruang berdimensi 3 yang diketahui berpenghuni, dan
bersama-sama dengan ruang berdimensi 3 lainnya, alam semesta kita ini
menjadi penyusun langir kedua yang berdimensi 4.
Langit kedua
Ruang
berdimensi 4 yang dihuni oleh bangsa jin beserta makhluk berdimensi 4
lainnya. Ruang berdimensi 4 ini bersama-sama dengan ruang berdimensi 4
lainnya membentuk langit yang lebih tinggi, yaitu langit ketiga.
Langit ketiga
Ruang
berdimensi 5 yang di dalamnya “hidup” arwah dari orang-orang yang sudah
meninggal. Mereka juga menempati langit keempat sampai dengan langit
keenam. Langit ketiga ini bersama-sama dengan langit ketiga lainnya
menyusun langit keempat dan seterusnya hingga langit ketujuh yang
berdimensi 9.
Bisa
dibayangkan betapa besarnya langit ketujuh itu. Karena ia adalah jumlah
kelipatan tak terbatas dari langit dunia (langit pertama) yang dihuni
oleh manusia. Berarti langit dunia kita ini berada dalam struktur langit
yang enam lainnya, termasuk langit yang ketujuh ini. Jika alam akhirat,
surga dan neraka terdapat di langit ke tujuh, maka bisa dikatakan surga
dan neraka itu begitu dekat dengan dunia kita tapi berbeda dimensi.
Seperti
disebutkan sebelumnya bahwa langit dunia kita ini merupakan bagian dari
struktur langit ketujuh. Berarti alam dunia ini merupakan bagian
terkecil dari alam akhirat. Penjelasan ini sesuai dengan hadist Nabi:
“Perbandingan
antara alam dunia dan akhirat adalah seperti air samudera, celupkanlah
jarimu ke samudera, maka setetes air yang ada di jarimu itu adalah
dunia, sedangkan air samudera yang sangat luas adalah akhirat”.
Perumpamaan setetes air samudera di ujung jari tersebut menggambarkan dua hal:
1.Ukuran
alam dunia dibandingkan alam akhirat adalah seumpama setetes air di
ujung jari dengan keseluruhan air dalam sebuah samudera. Hal ini adalah
penggambaran yang luar biasa betapa luasnya alam akhirat itu.
2.Keberadaan
alam dunia terhadap alam akhirat yang diibaratkan setetes air berada
dalam samudera. Perumpamaan tersebut menunjukkan bahwa alam dunia
merupakan bagian dari alam akhirat, hanya ukurannya yang tak terbatas
kecilnya. Begitu juga dengan kualitas dan ukuran segala hal, baik itu
kebahagiaan, kesengsaraan, rasa sakit, jarak, panas api, dan lain
sebagainya, di mana ukuran yang dirasakan di alam dunia hanyalah sedikit
sekali.
Berbagai ruang dimensi dan interaksi antar makhluk penghuninya
1. Langit pertama atau langit dunia
Seperti
disebutkan pada ayat 11-12 Surat Fushshilat di atas, maka yang disebut
langit yang dekat tersebut adalah langit dunia kita ini atau disebut
juga alam semesta kita ini. Digambarkan bahwa langit yang dekat itu
dihiasi dengan bintang-bintang yang cemerlang, dan memang itulah isi
yang utama dari alam semesta.
Bintang-bintang membentuk galaksi dan
kluster hingga superkluster. Planet-planet sesungguhnya hanyalah pecahan
dari bintang-bintang itu. Seperti tata surya kita, matahari adalah
sebuah bintang dan sembilan planet yang mengikatinya adalah pecahannya,
atau pecahan bintang terdekat lainnya. Sedangkan tokoh utama di langit
pertama ini adalah kita manusia yang mendiami bumi, planet anggota tata
surya.
Langit
pertama ini tidak terbatas namun berhingga. Artinya batasan luasnya
tidak diketahui tapi sudah bisa dipastikan ada ujungnya. Diperkirakan
diameter alam semesta mencapai 30 miliar tahun cahaya. Artinya jika
cahaya dengan kecepatannya 300 ribu km/detik melintas dari ujung yang
satu ke ujung lainnya, maka dibutuhkan waktu 30 miliar tahun untuk
menempuhnya.
Penjelasan gambar:
Apabila
digambarkan bentuknya kira-kira seperti sebuah bola dengan bintik-bintik
di permukaannya. Di mana bintik-bintik tersebut adalah bumi dan
benda-benda angkasa lainnya. Apabila kita berjalan mengelilingi
permukaan bola berkeliling, akhirnya kita akan kembali ke titik yang
sama. Permukaan bola tersebut adalah dua dimensi. Sedangkan alam semesta
yang sesungguhnya adalah ruang tiga dimensi yang melengkung seperti
permukaan balon itu. Jadi penggambarannya sangat sulit sekali sehingga
diperumpamakan dengan sisi bola yang dua dimensi agar memudahkan
penjelasannya.
2. Langit kedua
Seperti
diterangkan sebelumnya bahwa setiap lapisan langit tersusun secara
dimensional. Diasumsikan bahwa pertambahan dimensi setiap lapisan adalah
1 dimensi. Jadi apabila langit pertama atau langit dunia kita ini
berdimensi 3, maka langit kedua berdimensi 4. Langit kedua ini dihuni
oleh makhluk berdimensi 4, yakni bangsa jin.
Penjelasan gambar:
Apabila
digambarkan posisi langit kedua terhadap langit pertama adalah seperti
gambaran balon pertama tadi. Di mana bagian permukaan bola berdimensi 2
adalah alam dunia kita yang berdimensi 3, sedangkan ruangan di dalam
balon yang berdimensi 3 adalah langit kedua berdimensi 4. Jadi apabila
kita melintasi alam dunia harus mengikuti lengkungan bola, akibatnya
perjalanan dari satu titik ke titik lainnya harus menempuh jarak yang
jauh. Sedangkan bagi bangsa jin yang berdimensi 4 mereka bisa dengan
mudah mengambil jalan pintas memotong di tengah bola, sehingga jarak
tempuh menjadi lebih dekat.
Deskripsi lain adalah seperti gambar berikut:
Bayangkanlah
permukaan tembok dan sebuah ruangan yang dikelilingi oleh
dinding-dindingnya. Umpamakan ada dua jenis makhluk yang tinggal di
sana. Makhluk pertama adalah makhluk bayang-bayang yang hidup di
permukaan tembok berdimensi 2. Sedangkan makhluk kedua adalah makhluk
balok berdimensi 3. Ingatlah analogi alam berdimensi 3 dengan makhluk
manusianya adalah permukaan tembok dan makhluk bayang-bayangnya,
sedangkan alam berdimensi 4 dan makhluk jinnya adalah ruangan berdimensi
3 dengan baloknya.
Tampak
dengan mudah dilihat bahwa kedua alam berdampingan dan kedua makhluk
hidup di alam yang berbeda. Kedua makhluk juga mempunyai dimensi yang
berbeda, bayang-bayang berdimensi 2 sedangkan balok berdimensi 3.
Makhluk berdimensi 2, yaitu bayang-bayang tidak bisa memasuki ruangan
berdimensi 3, dia tetap berada di tembok, sedangkan makhluk berdimensi 3
yakni balok dapat memasuki alam berdimensi 2, yakni tembok.
Bagaimanakah caranya balok bisa memasuki dinding yang berdimensi 2?
Balok yang
berdimensi 3 memiliki permukaan berdimensi 2 yakni bagian sisi-sisinya.
Apabila si balok ingin memasuki alam berdimensi dua, dia cukup
menempelkan bagian sisinya yang berdimensi 2 ke permukaan tembok. Bagian
sisi balok sudah memasuki alam berdimensi 2 permukaan tembok. Bagian
sisi balok ini dapat dilihat oleh makhluk bayang-bayang di tembok
sebagai makhluk berdimensi 2 juga. Analoginya adalah jin yang dilihat
oleh kita penampakannya di alam dunia sebenarnya berdimensi 4 tetapi
oleh indera kita dilihat sebagai makhluk berdimensi 3 seperti tampaknya
sosok kita manusia.
3. Langit ketiga sampai dengan langit ketujuh
Langit
ketiga sampai dengan keenam dihuni oleh arwah-arwah, sedangkan langit ke
tujuh adalah alam akhirat dengan surga dan nerakanya. Analoginya sama
dengan langit kedua di atas, karena pengetahuan kita hanya sampai kepada
alam berdimensi 3.
Keajaiban Isra dan Miraj
Allah Swt berfirman di dalam Alquran Surah Al-Israa’ ayat 1:
“Maha
suci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari
Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya
agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda–tanda (kebesaran)
Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Dari ayat
tersebut tampak jelas bahwa perjalanan luar biasa itu bukan kehendak
dari Rasulullah Saw sendiri, tapi merupakan kehendak Allah Swt. Untuk
keperluan itu Allah mengutus malaikat Jibril as (makhluk berdimensi 9)
beserta malaikat lainnya sebagai pemandu perjalanan suci tersebut.
Dipilihnya malaikat sebagai pengiring perjalanan Rasulullah Saw
dimaksudkan untuk mempermudah perjalanan melintasi ruang waktu.
Selain
Jibril as dan kawan-kawan, dihadirkan juga kendaraan khusus bernama
Buraq, makhluk berbadan cahaya dari alam malakut. Nama Buraq berasal
dari kata barqun yang berarti kilat. Perjalanan dari kota Makkah ke
Palestina berkendaraan Buraq tersebut ditempuh dengan kecepatan cahaya,
sekitar 300.000 kilo meter per detik.
Pertanyaan
mendasar adalah bagaimanakah perjalanan dengan kecepatan cahaya itu
dilakukan oleh badan Rasulullah Saw yang terbuat dari materi padat?
Untuk malaikat dan Buraq tidak ada masalah karena badan mereka terbuat
dari cahaya juga. Seandainya badan bermateri padat seperti tubuh kita
dipaksakan bergerak dengan kecepatan cahaya, bisa diduga apa yang akan
terjadi. Badan kita mungkin akan terserai berai karena ikatan antar
molekul dan atom bisa terlepas.
Jawaban
yang paling mungkin untuk pertanyaan itu adalah tubuh Rasulullah Saw
diubah susunan materinya menjadi cahaya. Bagaimanakah hal itu mungkin
terjadi?
Teori yang
memungkinkan adalah teori Annihilasi. Teori ini mengatakan bahwa setiap
materi (zat) memiliki anti materinya. Dan jika materi direaksikan
dengan anti materinya, maka kedua partikel tersebut bisa lenyap berubah
menjadi seberkas cahaya atau sinar gamma.
Hal ini
telah dibuktikan di laboratorium nuklir bahwa jika partikel proton
direaksikan dengan antiproton, atau elektron dengan positron (anti
elektron), maka kedua pasangan tersebut akan lenyap dan memunculkan dua
buah sinar gamma, dengan energi masing-masing 0,511 MeV (Multiexperiment
Viewer) untuk pasangan partikel elektron, dan 938 MeV untuk pasangan
partikel proton.
Sebaliknya
apabila ada dua buah berkas sinar gamma dengan energi sebesar tersebut
di atas dilewatkan melalui medan inti atom, maka tiba-tiba sinar
tersebut lenyap berubah menjadi 2 buah pasangan partikel tersebut di
atas. Hal ini menunjukkan bahwa materi bisa dirubah menjadi cahaya
dengan cara tertentu yang disebut annihilasi dan sebaliknya.
Nah, kalau
dihitung jarak Mekkah – Palestina sekitar 1500 km ditempuh dengan
kecepatan cahaya, maka hanya dibutuhkan waktu sekitar 0,005 detik dalam
ukuran waktu kita di bumi.
Sesampainya
di Palestina tubuh Rasulullah Saw dikembalikan menjadi materi.
Peristiwa ini mungkin lebih dikenal seperti teleportasi dalam teori
fisika kwantum. Dari Palestina dilanjutkan dengan perjalanan antar
dimensi ke Sidratul Muntaha, yakni dari langit dunia (langit pertama) ke
langit kedua, ketiga sampai dengan langit ketujuh dan berakhir di
Sidratul Muntaha.
Yang perlu
dipahami adalah perjalanan antar dimensi bukanlah perjalanan berjarak
jauh atau pengembaraan angkasa luar, melainkan perjalanan menembus batas
dimensi. Karena walaupun tubuh Rasulullah Saw diubah menjadi cahaya
seperti perjalanan dari Mekkah ke Palestina, tidak akan selesai menempuh
perjalanan di langit pertama saja. Bukankah untuk menempuh diameter
alam semesta diperlukan 30 miliar tahun dengan menggunakan kecepatan
cahaya. Jadi bagaimana caranya?
Seperti
telah disebutkan di atas dalam penjelasan posisi antar dimensi bahwa
posisi langit kedua dengan langit pertama dianalogikan seperti sebuah
ruangan berdimensi 3 dengan dinding tembok berdimensi 2. Makhluk
bayangan berdimensi 2 di tembok tidak bisa memasuki ruangan berdimensi
3, kecuali ada bantuan dari makhluk berdimensi lebih tinggi, minimal
dari makhluk berdimensi 3, yakni balok. Caranya si balok menempelkan
salah satu sisinya ke tembok dan makhluk bayangan menempelkan diri ke
sisi balok itu. Dengan menempel di sisi balok dan mengikutinya, makhluk
bayangan bisa memasuki ruang berdimensi 3 dan meninggalkan wilayah
berdimensi 2, yakni dinding tembok.
Begitulah
kira-kira analogi bagaimana Rasulullah Saw melakukan perjalanan antar
dimensi. Dengan kehendak Allah Swt, Jibril membawa Rasulullah Saw
melakukan perjalanan dari langit pertama hingga langit ketujuh lalu ke
Sidratul Muntaha. Perjalanan ini bukan perjalanan jauh seperti telah
disebutkan tadi. Kejadian itu terjadi di tempat Rasulullah Saw terakhir
duduk shalat di Masjidil Aqsa Palestina, karena ruang berdimensi 4, 5
dan seterusnya itu persis berada di sebelah kita, hanya kita tidak
melihatnya dan tidak bisa mencapainya.
Wajar saja
perjalanan Isra Miraj Rasulullah Saw dari Mekkah ke Palestina dan
kemudian dilanjutkan dengan perjalanan ke Sidratul Muntaha hanya terjadi
dalam semalam. Bayangkan dalam zaman ketika pemahaman manusia tentang
sains dan teknologi belum seperti sekarang, seorang Abu Bakar Ash
Shiddiq Ra. Sahabat yang suci bisa beriman dan menerima kebenaran cerita
Rasulullan Saw tanpa sanggahan.
Begitu
dekatnya jarak alam dunia (langit pertama) dengan alam akhirat (langit
ketujuh) yang sangat dekat sudah digambarkan oleh hadist dari Jabir bin
Abdullah. Ketika itu Rasulullah Saw didatangi oleh lelaki berwajah
bersih dan berbaju putih (yang ternyata adalah malaikan Jibril as yang
memasuki dimensi alam manusia) :
Bertanya
orang itu lagi (yakni Jibril as), "Berapakah jaraknya dunia dengan
akhirat?" Bersabda Rasulullah SAW, "Hanya sekejap mata saja.
sumber : http://sh.st/wFpBc
subhannallah,
ReplyDeleteterima kasih untuk pencerahan perihal langit. saya pun ada buat kajian seperti ni dan artikel ni menambah keyakinan dan kefahaman saya. tq tuan blog
[ http://nusanaga.blogspot.com ]
[ http://tubepanas.blogspot.com ]